Praktik yang secara tradisional dikenal sebagai penyedia layanan pembuatan dan pemasangan gigi tiruan sering kali merujuk pada individu yang beroperasi tanpa latar belakang pendidikan formal atau lisensi resmi di bidang kedokteran gigi.
Profesi ini umumnya menawarkan solusi cepat dan terjangkau untuk masalah kehilangan gigi, namun sering kali mengabaikan standar kesehatan, kebersihan, dan pengetahuan medis yang esensial.
Penawaran jasa ini biasanya dilakukan di luar fasilitas klinik gigi yang terakreditasi, menimbulkan berbagai risiko kesehatan yang signifikan bagi pasien.
Salah satu permasalahan utama yang terkait dengan praktik pembuatan gigi tiruan non-profesional adalah kurangnya kompetensi dan pengetahuan medis yang memadai.
Individu yang menjalankan praktik ini sering kali tidak memiliki pemahaman mendalam tentang anatomi mulut, fisiologi, patologi, dan prinsip-prinsip biomekanika yang krusial dalam pembuatan gigi tiruan yang tepat.
Hal ini dapat mengakibatkan pembuatan protesa yang tidak pas, menyebabkan iritasi kronis pada jaringan mulut, luka, atau bahkan infeksi serius yang memerlukan penanganan medis lebih lanjut.
Ketiadaan pendidikan formal juga berarti minimnya pengetahuan tentang sterilisasi instrumen dan lingkungan kerja, meningkatkan risiko penularan penyakit menular seperti hepatitis atau HIV.
Selain masalah kompetensi, penggunaan material yang tidak standar dan tidak aman merupakan risiko besar lainnya. Praktik-praktik ini seringkali menggunakan bahan-bahan yang tidak teruji secara biokompatibilitas atau bahkan berbahaya bagi kesehatan mulut dan tubuh secara keseluruhan.
Material yang tidak berkualitas dapat memicu reaksi alergi, toksisitas, atau degradasi cepat yang mengurangi masa pakai gigi tiruan.
Ketidaksesuaian material dengan standar medis juga berpotensi menyebabkan kerusakan jangka panjang pada struktur gigi dan tulang rahang yang tersisa, memperburuk kondisi kesehatan mulut pasien di kemudian hari.
Implikasi hukum dan etika juga menjadi sorotan serius dalam konteks praktik non-profesional ini.
Individu yang tidak berlisensi tidak terikat pada kode etik profesi atau regulasi kesehatan yang ketat, sehingga pasien tidak memiliki jalur hukum yang jelas untuk mengajukan keluhan atau tuntutan jika terjadi malpraktik.
Ketiadaan pengawasan oleh badan regulasi kesehatan membuat praktik semacam ini rentan terhadap penyalahgunaan dan eksploitasi.
Dampak negatif pada kesehatan masyarakat secara keseluruhan menjadi beban bagi sistem kesehatan yang harus menangani komplikasi akibat penanganan yang tidak tepat.
Memilih penyedia layanan kesehatan gigi yang tepat sangat penting untuk menjaga kesehatan mulut dan mencegah komplikasi. Berikut adalah beberapa tips dan detail yang perlu diperhatikan saat mencari solusi untuk gigi tiruan:
TIPS PENTING DALAM MEMILIH LAYANAN GIGI TIRUAN
- Pilih Profesional Berlisensi. Selalu pastikan bahwa penanganan gigi tiruan dilakukan oleh dokter gigi atau spesialis prostodonsia yang memiliki lisensi resmi. Dokter gigi telah menjalani pendidikan formal dan pelatihan ekstensif dalam bidang kedokteran gigi, termasuk pembuatan dan pemasangan gigi tiruan yang aman dan efektif. Mereka memiliki pengetahuan mendalam tentang anatomi, fisiologi, dan patologi mulut, serta mampu mendiagnosis dan menangani komplikasi yang mungkin timbul selama proses perawatan.
- Verifikasi Kredensial dan Reputasi. Sebelum menjalani perawatan, lakukan verifikasi terhadap kredensial dokter gigi atau klinik. Hal ini dapat dilakukan dengan memeriksa nomor Surat Izin Praktik (SIP) dokter yang bersangkutan atau menanyakan afiliasi mereka dengan organisasi profesi seperti Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI). Membaca ulasan dari pasien lain atau meminta rekomendasi dari sumber tepercaya juga dapat memberikan gambaran tentang reputasi dan kualitas layanan yang ditawarkan oleh praktik tersebut.
- Perhatikan Kebersihan dan Sterilisasi. Lingkungan klinik dan instrumen yang digunakan harus memenuhi standar kebersihan dan sterilisasi yang ketat. Amati apakah klinik terlihat bersih, rapi, dan terorganisir, serta pastikan instrumen yang digunakan dikeluarkan dari kemasan steril. Prosedur sterilisasi yang tidak memadai dapat menjadi sumber penularan infeksi serius, sehingga kebersihan adalah indikator penting dari profesionalisme dan kepatuhan terhadap standar kesehatan.
- Diskusikan Material dan Prosedur. Dokter gigi yang profesional akan menjelaskan secara rinci jenis material yang akan digunakan untuk gigi tiruan, kelebihan dan kekurangannya, serta prosedur perawatan yang akan dilakukan. Pasien memiliki hak untuk mengetahui bahan yang akan masuk ke dalam tubuh mereka dan bagaimana proses pemasangan akan berlangsung. Transparansi dalam diskusi ini menunjukkan komitmen dokter gigi terhadap edukasi pasien dan perawatan yang berorientasi pada keselamatan.
- Evaluasi Hasil Jangka Panjang dan Perawatan Lanjutan. Gigi tiruan memerlukan perawatan dan penyesuaian berkala untuk menjaga kenyamanan dan fungsinya. Dokter gigi yang baik akan memberikan instruksi pasca-perawatan yang jelas dan menjadwalkan kunjungan kontrol rutin untuk memantau kondisi gigi tiruan dan kesehatan mulut secara keseluruhan. Perawatan berkelanjutan ini penting untuk mencegah komplikasi jangka panjang dan memastikan adaptasi yang optimal terhadap gigi tiruan baru.
Kasus-kasus komplikasi yang timbul akibat pemasangan gigi tiruan oleh pihak non-profesional telah banyak dilaporkan di berbagai jurnal kesehatan. Studi yang dipublikasikan dalam Jurnal Kedokteran Gigi Indonesia oleh Wijoyo et al.
(2018) menunjukkan peningkatan insiden stomatitis denture, kandidiasis oral, dan ulserasi mukosa pada pasien yang menggunakan gigi tiruan yang dibuat tanpa pengawasan dokter gigi.
Komplikasi ini seringkali memerlukan intervensi medis yang lebih kompleks dan biaya yang lebih tinggi dibandingkan pencegahan awal melalui perawatan profesional yang tepat.
Dampak kesehatan dari penggunaan gigi tiruan yang tidak tepat tidak hanya terbatas pada masalah lokal di mulut, tetapi juga dapat memengaruhi kesehatan sistemik dan kualitas hidup pasien.
Gigi tiruan yang tidak pas dapat menyebabkan kesulitan dalam mengunyah makanan, yang berpotensi mengganggu asupan nutrisi dan menyebabkan masalah pencernaan. Selain itu, masalah bicara dan ketidaknyamanan kronis dapat memengaruhi aspek psikologis dan sosial pasien.
Menurut Dr. Budi Santoso, seorang psikolog kesehatan, “Kehilangan fungsi mengunyah dan berbicara yang normal dapat menurunkan rasa percaya diri dan kualitas interaksi sosial, berujung pada isolasi dan depresi pada beberapa individu.”
Secara ekonomi, biaya yang dikeluarkan untuk menangani komplikasi akibat gigi tiruan yang tidak profesional seringkali jauh melampaui penghematan awal yang dijanjikan.
Pasien mungkin harus mengeluarkan biaya untuk pengobatan infeksi, perbaikan kerusakan jaringan, atau bahkan pembuatan gigi tiruan baru yang dilakukan oleh dokter gigi.
Dr. Rina Kusuma, seorang ahli ekonomi kesehatan, menyatakan, “Fenomena ini menciptakan beban ekonomi ganda; pasien menanggung biaya perawatan yang tidak efektif di awal, kemudian harus mengeluarkan biaya tambahan yang substansial untuk perbaikan dan perawatan komplikasi yang seharusnya dapat dihindari.”
Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan organisasi profesi untuk mengatasi masalah ini, termasuk kampanye edukasi publik dan penegakan hukum terhadap praktik ilegal.
Namun, tantangan masih besar mengingat masih banyaknya masyarakat yang tergiur dengan harga murah dan kemudahan akses. Edukasi berkelanjutan mengenai pentingnya memilih tenaga profesional berlisensi dan bahaya dari praktik ilegal menjadi krusial untuk melindungi kesehatan masyarakat.
Kolaborasi antara pemerintah, asosiasi profesi, dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengurangi prevalensi komplikasi akibat praktik gigi tiruan non-profesional.
REKOMENDASI
Untuk melindungi kesehatan masyarakat dan memastikan kualitas layanan kesehatan gigi yang optimal, beberapa rekomendasi berbasis bukti perlu diimplementasikan secara komprehensif.
Pertama, edukasi publik harus terus digalakkan secara masif dan berkelanjutan mengenai bahaya praktik pembuatan gigi tiruan oleh non-profesional.
Kampanye ini harus mencakup informasi tentang risiko kesehatan, implikasi hukum, serta pentingnya mencari layanan dari dokter gigi berlisensi melalui berbagai media dan platform yang mudah diakses.
Kedua, penegakan hukum dan regulasi terhadap praktik-praktik ilegal harus diperkuat.
Pihak berwenang perlu melakukan pengawasan lebih ketat dan memberikan sanksi tegas kepada individu atau pihak yang melakukan praktik kedokteran gigi tanpa izin atau kompetensi yang memadai.
Koordinasi antara Kementerian Kesehatan, kepolisian, dan organisasi profesi seperti PDGI sangat esensial untuk memberantas praktik ilegal ini secara efektif.
Ketiga, akses masyarakat terhadap layanan gigi profesional yang terjangkau perlu ditingkatkan. Pemerintah dan penyedia layanan kesehatan harus berupaya menyediakan opsi perawatan gigi yang berkualitas dengan biaya yang dapat dijangkau oleh semua lapisan masyarakat.
Program asuransi kesehatan yang komprehensif dan subsidi untuk perawatan gigi dapat menjadi solusi untuk mengurangi daya tarik terhadap praktik non-profesional yang menawarkan harga murah.
Keempat, kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, institusi pendidikan kedokteran gigi, organisasi profesi, dan komunitas sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesehatan gigi yang optimal.
Penelitian lebih lanjut mengenai prevalensi dan dampak jangka panjang dari praktik gigi tiruan non-profesional juga perlu didorong untuk memperkuat dasar bukti dalam perumusan kebijakan dan intervensi kesehatan masyarakat.